Selasa, Juni 22, 2004

[flash words]

Nobody can give a meaning to your life.
It is your life, the meaning must also belong to you.
It is your life and only you can access it and understand it.
It is only living it that you will discover its mystery.

Chandran Mohan



=====================
| Donny Airlangga |
=====================
Visit My WebLogs : http://donairl.blogspot.com/

Rabu, Juni 16, 2004

Manajemen Perubahan (2)

Manajemen Perubahan (2)
Oleh: Rhenald Kasali

Sebuah perubahan, baru akan terjadi kalau suatu komunitas benar-benar
menghendakinya. Dengan kata lain ada kebutuhan yang mendesak untuk
berubah, berupa rasa tidak puas terhadap kondisi sekarang. Itupun masih
harus ditambah unsur lainnya yaitu adanya pemimpin yang mempunyai visi
yang jelas dan dimengerti, serta proses yang jelas pula. Untuk itulah kita
sangat memerlukan pemimpin, bukan pekerja biasa, atau sekedar seorang
manajer biasa yang menjaga sistem. Pemimpin identik dengan perubahan, dan
perubahan identik dengan resiko.
Kata Lady Astor, “Bahaya terbesar dalam hidup ini dialami oleh orang-orang
yang merubah banyak hal, atau yang tidak melakukan apa-apa”. Saya
sependapat dengan Lady Astor. Nabi Muhammad SAW melakukan banyak
perubahan, memperkenalkan Tuhan pada mereka yang masih memuja berhala di
Tanah Arab, menghadapi sejumlah resiko besar dan menghadapi ujian demi
ujian, sampai harus berperang demi kebenaran. Nabi Isa, juga mengalami hal
serupa, pembaharuan yang ia ciptakan berujung pada maut di kayu salib.
Orang-orang besar yang telah menciptakan perubahan umumnya menghadapi
resiko-resiko yang tak kalah mengerikan. Tengoklah apa yang telah dialami
oleh Martin Luther King, Abraham Lincoln, Jitzak Rabin, dan Park Chung
Yee. Semuanya mati tertembak oleh mereka yang tidak menyukai perubahan
yang dilakukan orang-orang itu. King terkenal dengan pidatonya yang
berjudul “I have a dream” yang menyerukan penghapusan diskriminasi rasial.
Lincoln sampai harus berperang melawan “Selatan” yang ingin tetap
mempertahankan perbudakan. Ia ditembak hanya sehari setelah “Selatan”
menyerah. Rabin dibunuh orang Yahudi garis keras yang tidak setuju
terhadap kampanye perdamaian yang ia canangkan bersama “saudara”nya dari
Palestina, Yaser Arafat.
Selain mereka, tokoh-tokoh perubahan lain juga nyaris mati terbunuh.
Mikail Gorbachev nyaris beberapa kali terbunuh, demikian pula Yaser
Arafat, mobilnya pernah diledakkan, dan pesawat yang ditumpanginya pernah
jatuh. Hal serupa juga pernah dialami oleh Bung Karno yang lolos dari
pemboman di Jakarta.
Dalam sejarah manajemen modern, juga ditemui kejadian-kejadian serupa.
Tokoh-tokoh itu dilukiskan oleh Jim Collins dalam bukunya (Good to Great)
sebagai pemimpin tingkat lima yang punya kemauan profesional yang unggul
dan kerendahatian stratejik. Mereka bukan cuma melakukan perubahan,
melainkan menyulutkan api keberanian yang luar biasa dalam menghadapi
”fakta-fakta brutal”. Mereka itu sesungguhnya adalah orang-orang
bersahaja, yang berpikir dan bertindak sederhana, tapi bekerja dengan
integritas. Mereka digambarkan Collins lebih sebagai seekor landak yang
”hanya menggulungkan” dirinya pada saat diserang, ketimbang seekor srigala
yang selalu menyalak dan berputar-putar mencari posisi dalam menerkam
lawannya. Salah satu tokoh yang disebut Collins adalah Colman Mockler, CEO
Gillette (1980-1991) yang tiga kali menghadapi serangan ”take over” dari
Ronald Perelman (Revlon) dan Coniston Partners. Kalau itu terjadi maka
Gillette hilang sudah. Sayangnya, pembelaan Mockler berujung menyedihkan.
Ia adalah seorang yang digambarkan oleh Collins sebagai berwatak Lincoln
yaitu modest, willful, humble, shy, and fearless. Ia adalah seorang yang
takut dengan pemberitaan pers. Maka ketika upayanya menjadi sorotan pers
ia seperti mengalami perang batin, Mockler mati terkena serangan jantung
saat melihat wajahnya dijadikan sampul muka majalah Forbes yang bocorannya
datang sebelum terbit.
Minggu lalu di Bandung saya mengajak Robby Djohan untuk membantu kami
melakukan turn-around di PT. Dirgantara yang katakanlah ”sudah hampir tak
punya apa-apa lagi”, Robby pernah menulis buku berjudul Turn Around dan
terbukti sukses melakukannya di beberapa perusahaan. Ia menyatakan dengan
berani bahwa dirinya tidaklah ”pintar”, tetapi nekad. Tetapi tentu pembaca
percaya bahwa Robby tidaklah bodoh. Simaklah dalam bukunya bagaimana ia
melawan para bankers di Eropa yang telah memperlakukan Garuda semena-mena
dengan kredit yang tidak masuk akalnya.
Robby dan tokoh-tokoh perubahan lainnya mengajarkan satu hal pada kita
tentang pentingnya leadership dalam suatu perubahan. Anda tak perlu
menjadi orang yang sangat cerdas dulu untuk menciptakan perubahan, sebab
adakalanya kecerdasan dapat menghambat keberanian. John C. Maxwell
membedakan orang cerdas ke dalam dua kelompok, yaitu: (1) sekedar cerdas
dan (2) mereka yang menimbulkan dampak luar biasa. Yang terakhir itu
ditandai oleh orang-orang tipe landak yang menemukan rumus-rumus sederhana
seperti Albert Einstein yang dikenal lewat E=MC2 atau Adam Smith dengan
konsep ”invisible hands”-nya. Rumus mereka begitu sederhana, tetapi dampak
pemikiran yang mereka ciptakan sangat luar biasa.
Tapi keberanian itu baru teruji dalam masa-masa sulit, yaitu masa dimana
seluruh pihak menghendaki sebuah lilin yang menyala di ujung terowongan.
Kata Martin Luther King, ”The ultimate measure of a man is not where he
stands in moments of comfort and convenience, but where he stands at times
of challenge and controversy”. Apakah anda sudah siap menjadi change
makers?

Manajemen Perubahan (3)

Manajemen Perubahan (3)
Oleh: Rhenald Kasali

Terimakasih atas masukan-masukan dan komentar pembaca terhadap serial
tulisan ini. Saya sependapat dengan beberapa komentar yang menggariskan
pernyataan para capres tentang pentingnya “perubahan”. Namun perlu
ditegaskan yang kita kehendaki bukanlah semata-mata perubahan posisi atau
orang, melainkan perubahan mendasar, mulai dari cara memimpin, arah
pendidikan, kesehatan dan perekonomian, sikap-sikap masyarakat dan
seterusnya. Setiap bangsa besar yang tumbuh selalu ditandai oleh
perubahan-perubahan yang signifikan. Kata Charles Darwin, “Bukanlah yang
terkuat yang akan terus hidup, melainkan yang paling adaptif.”
Kata “adaptif” mengandung makna kemampuan menyesuaikan diri pada
lingkungan yang berubah-ubah. Bukan sekedar merespons terhadap perubahan
secara reaktif, melainkan proaktif melakukan tindakan-tindakan
antisipatif. Yaitu menciptakan masa depan yang baru. Jadi, pemimpin bukan
memimpin dengan rutinitas, dengan “repeated actions” yang diambil
pendahulunya. Justru langkah-langkahnya diambil dengan mengimpikan
“sesuatu” di masa depan. Pemimpin jaman sekarang harus mulai bekerja
dengan memegang selembar kertas yang polos, bukan kumpulan kertas kerja
yang dibuat pendahulu-pendahulunya. Di atas kertas polos itulah ia harus
menciptakan hal-hal baru untuk mengarahkan bangsa ini ke depan. Jadi,
mulailah dengan “memory of the future”, bukan “from the past”.
Singapura adalah contoh bangsa yang “mindset”nya adalah perubahan. Ia
berubah setiap saat medan yang dihadapi berubah. Padahal ketika PAP menang
pada tahun 1958, negri ini tak punya apa-apa selain kemiskinan dan konflik
etnik. Lahannya tidak bisa ditanami padi, pantainya tak ada yang bagus,
pendidikannya rendah dan rakyatnya, jorok. Selain itu tokoh-tokoh komunis
masih menguasai PAP. Setelah Singapura merdeka, Lee segera menggariskan
perubahan. Seperti kebanyakan negara berkembang, Singapura juga mengadopsi
strategi industrialisasi, yaitu Import Substitution yang didengungkan PBB
saat itu.
Setelah dicoba beberapa tahun, Lee segera sadar strategi ini kurang tepat.
Pasalnya, untuk menjalankan strategi itu diperlukan pasar yang besar
(skala ekonomis). Maka menjelang awal 1970-an, Singapura menjadi negara
yang agresif menerapkan dirinya sebagai negara perdagangan bebas. Mulanya
ia menggandeng Malaysia untuk memperluas pasar. Tapi Malaysia enggan,
bahkan konfliknya terus menajam. Dengan bantuan profesional dari Belanda,
Lee membangun kembali pelabuhan-pelabuhan yang dulu dibangun Inggris.
Negrinya juga dibikin bersih sehingga orang-orang Barat tidak takut makan
dan minum di negri ini.
Selanjutnya ia merubah lagi. Kali ini upah di negrinya dinaikkan
gila-gilaan. Lee dan penasihat-penasihatnya di EDB menilai, kalau upah di
negrinya tetap rendah maka mereka akan kesulitan bersaing dengan
buruh-buruh migran dari Malaysia dan Indonesia. Dengan meninggikan upah
maka akan terjadi seleksi alam terhadap pabrik-pabrik yang tidak
kompetitif. Mereka dipaksa keluar ke Indonesia, Malaysia, Taiwan dan
sebagainya.
Dengan upah tinggi pula Singapura memungut dana jaminan sosial secara
agresif. Mula-mulanya buruh cuma membayar 5%, dan 5% lagi dibayar pemberi
kerja. Tapi angka ini terus ditingkatkan, menjadi 35%, 40%, lalu 50%.
Kalau pasar domestik sedang lesu, pungutan itu dikendorkan sedikit. Tapi
dengan uang itu Lee bisa membangun infrastruktur yang bagus dan
perusahaan-perusahaan yang kuat seperti Singapore Airlines. Ketika
negara-negara lain berubah, Singapura berubah lagi, memfokuskan diri pada
IT cluster, financial Services dan biotech cluster. Di Era Goh Cok Tong,
pertumbuhan ekonomi sudah tidak setinggi era Lee, tetapi Goh terus
mengkampanyekan perubahan, dan perubahan itu dirasakan manfaatnya oleh
banyak orang. Padahal elite Singapura tidak banyak dan kebebasan sungguh
sangat dibatasi. Di negeri ini orang sudah tidak lagi berbicara tentang
demokrasi, kebebasan berserikat, atau menonton acara televisi yang banyak
impian dan hantu-hantunya atau gosip. Mereka cuma bicara pendidikan anak,
kesehatan, pekerjaan dan jalan-jalan keliling dunia.
Perubahan dan keinginan untuk berubah harus ada di kepala setiap pemimipin
dan masyarakat. Suatu cara kerja hanya cocok dan dapat betul-betul perform
pada suatu masa tertentu. Itulah yang menyebabkan Anda ada di sini. IBM
misalnya, ada karena komputer mainframe-nya. Dulu bisnis ini bagus dan
mereka membuatnya dengan baik. Tapi lama-lama, sekalipun Anda membuatnya
sebagus apapun, pasar sudah tidak menghendakinya lagi. “Done it very Well,
but it’s a wrong thing!” Pasar sudah menghendaki PC. Tetapi mengapa IBM
saat itu masih ngotot membuat mainframe dan enggan membuat PC?
Jawabnya tentu bermacam-macam. Banyak orang yang menghadapi perubahan
dengan menyangkal masa depan. Mereka beranggapan cuma cara merekalah yang
benar, dan yang lain salah. Success history mendistorsi peta yang mereka
baca. Orang-orang ini membiarkan dirinya buta terhadap masa depan. Kata
Black dan Gregersen, suatu ketika orang-orang ini akan menjadi fanatik dan
beranggapan apa yang diketahuinya sebagai segala-galanya, dan apa yang
tidak diketahuinya sebagai nothing. Maka habislah masa depan.
Tapi bagaimana dengan orang-orang yang mampu melihat masa depan? Maukah
mereka memasuki sesuatu yang baru dengan gagah berani? Nanti dulu,
bukankah memasuki medan baru selalu ada resikonya. Masalah pertama tadi
Anda telah bergeser dari “Do on the right thing, done it very well”
menjadi “Do on the wrong thing.” Sekarang Anda memasuki sesuatu yang baru.
Pertanyaannya adalah, bila kita memasuki “the right track” apakah kita
langsung bisa perform dengan baik? Tentu saja tidak. Setiap permulaan
pasti sulit dan akan banyak ditemui kendala-kendalanya. Sampai di sini tak
banyak orang yang berani melangkah, kalaupun ada yang berjalan ke sana ia
pasti akan diteriaki dan diejek karena banyak “bolong-bolong”nya. Ia
mungkin akan ditertawakan, disuruh mundur kembali dan seterusnya. Kalau
ini terus terjadi maka bubar sudah perusahaan atau negri ini. Kita akan
mengerjakan “the wrong thing and done it poorly”. Terus begitu dari masa
ke masa. Sedangkan mereka yang telah berani mencoba yang baru, kemarin,
sekarang sudah memperbaiki diri, bahkan mulai perform. Mereka kembali ke
semula, yaitu melakukan “the right thing dan done it very well”.
Itulah sebabnya diperlukan keberanian, konsep yang jelas dan cara kerja
yang efisien.

Manajemen Perubahan (4)


Manajemen Perubahan (4)
Oleh: Rhenald Kasali

Banyak pembaca yang bertanya mengapa tokoh-tokoh yang menciptakan
perubahan, hampir semuanya berakhir dengan kematian. Riset-riset dalam
topik manajemen dan strategi memang banyak menemukan “change makers”
dengan karakter “Abraham Lincoln”, “Marthin Luther King”, atau “Mohandes
Karomchand Gandhi”. Ketiga tokoh ini memang mengalami kematian yang
menyesakkan: ditembak oleh orang yang tak menyukai perubahan. Lincoln
tewas ditembak oleh orang yang tak menghendaki perbudakkan dihapuskan;
Gandhi dibunuh Nathuram Godse, seorang tokoh garis keras yang tak
menghendaki kedamaian yang digalangnya (Godse menghendaki agar India terus
berperang dengan kaum Muslim yang menghendaki kemerdekaan di Pakistan);
dan King dibunuh oleh James Earl Ray, tokoh kulit putih yang tak
menghendaki penghapusan diskriminasi rasial.
Mengapa mereka harus ditembak secara keji? Mengapa hidup mereka harus
dirampas oleh orang-orang yang tak bisa menghidupkannya kembali? Beberapa
literatur menyebutkan bahwa manusia pada dasarnya adalah makhluk yang
terprogram. Seperti sebuah perangkat komputer, isi kepalanya sudah
diprogram sedemikian rupa sehingga ia bergerak secara teratur dari hari ke
hari, membentuk semacam kebiasaan. Pada suatu ketika, kebiasaan-kebiasaan
itu akan menimbulkan kenyamanan dan kita pun diselimuti oleh semacam
“security blanket” yang akan membuat kita naik pitam bila selimut itu
diambil orang. Dengan kata lain, manusia memiliki keengganan untuk
berubah.
Riset-riset lainnya belakangan ini menemukan sesuatu yang sedikit berbeda.
Katanya, bukan keengganan yang ada pada manusia dalam perubahan. Manusia
bisa saja menerima perubahan sekalipun kecepatan menerima setiap orang
berbeda-beda. Yang terjadi sesungguhnya, manusia itu enggan “dirubah”,
bukan enggan “berubah”. Dalam konteks manajemen perubahan, seorang
pemimpin harus bertindak tak ubahnya sebagai seorang seniman profesional,
yang menggunakan bel perubahan seakan-akan bukan berasal dari dirinya,
melainkan dari orang-orang yang akan mengerjakan perubahan itu sendiri.
Bel ini disebut “a wake up call”, yaitu bel yang membangunkan yang kita
set sendiri, yang begitu berbunyi membuat kita kesal, namun juga
berterimakasih. Kita bangkit dari tidur sekalipun malas dan kantuk masih
melekat.
Marzuki Usman yang pernah mendapat julukan sebagai “Man of the year” di
masa lalu karena berhasil menggairahkan bursa saham Indonesia,
menceritakan pada saya bagaimana ia merubah bursa. “Saya datang dan
mengumpulkan mereka. Selama bekerja sepuluh tahun di sini saudara-saudara
pasti pernah berujar dalam hati dengan awal kalimat ‘seandainya …..,
maka…….’. Coba sekarang ungkapkanlah seandainya itu.” Setelah semua
berbicara, beberapa hari kemudian ia menemui mereka dan mengatakan telah
mendengarkan saran-saran dan pikiran mereka semua, dan inilah yang harus
dikerjakan bersama. Marzuki lalu mengajak mereka merubah itu bersama-sama.
Dengan demikian manusia tidak dipaksa berubah, melainkan menggunakan
perubahan sebagai “a wake up call” yang disetel sendiri oleh
pelaku-pelakunya. Suka atau tidak suka mereka harus menjalankannya. Dan
karena menyetel sendiri maka mereka merasa kendali ada di diri mereka.
Tentu saja tidak semua perubahan seperti ini berakhir dengan sukses.
Adakalanya Anda dipaksa merubah sesuatu yang sifatnya sangat mendasar dan
tak ada cara lain selain melakukannya dengan penuh pengorbanan. Kata
orang-orang Korea, kalau tak ada yang mau berkorban tak akan ada
perubahan. Tetapi ini masih belum cukup. Dibutuhkan semacam karakter untuk
memimpin perubahan. Karakter itu sering disebut-sebut sebagai “Lincoln
type”, yaitu kejujuran, rendah hati, cinta kasih, disiplin diri, dan
keberanian yang teguh dalam menghadapi fakta-fakta brutal yang bisa
merusak kehidupan. King dan Gandhi disebut-sebut memiliki karakter itu.
Dalam buku yang ditulis oleh Coleen Degnan-Veness, disebut-sebut bahwa
King sangat terinspirasi oleh Gandhi. Remajanya, King adalah pemuda
pemarah yang tidak mudah menerima perbedaan. Apalagi setelah menjadi juara
pidato di Georgia saat berusia 15 tahun. Sepulang dari Georgia, di dalam
bus ia dipaksa oleh pengemudinya untuk memberikan kursi yang didudukinya
pada pria kulit putih. King mengamuk sampai terjadi keributan. Tetapi
sifatnya berubah setelah gurunya bercerita tentang Gandhi yang memimpin
dengan cinta kasih. Gandhi menyatakan setiap orang harus mencintai
musuh-musuhnya. Sesaat setelah itu, King mengalami musibah. Ia ditodong
dengan senjata oleh seorang pria kulit putih yang marah-marah. King
menyambutnya dengan kalem dan melihat mata orang itu. Setelah itu mereka
bahkan menjadi sahabat, pria itu meminta maaf.
Karakter yang disebut di atas bertentangan dengan ciri-ciri lain yang
sedang marak di sini, yaitu kepemimpinan populis. Pemimpin populis tidak
memimpin dengan karakter, melainkan kekuasaan, uang, keserakahan, politik
dan prilaku-prilaku populis. Kalau sesuatu yang negatif telah terjadi, ia
akan selalu mencari pihak-pihak yang dapat dipersalahkan. Ia mengambil
tindakan-tindakan populis yang disukai publik, terlepas baik atau buruk
efek yang ditimbulkannya. Mereka ini sering memberikan jargon seperti
“sekolah gratis” (bukan sekolah berkualitas). Yang penting bagi mereka
adalah disukai banyak orang, bukan dihormati karena karakternya.
Karakter tidak dapat diperoleh dalam sekejap. Anda mulanya bisa kurang
disukai karena mengubah hal-hal yang tidak biasa tetapi ada keyakinan
bahwa sebagian orang melihat kebenaran itu dan mereka mendorong Anda untuk
terus maju. Karakter seperti sebuah magnet yang punya daya tarik yang
besar yang tumbuh perlahan-lahan sampai suatu ketika menimbulkan daya yang
luar biasa.

Manajemen Perubahan (5)




Manajemen Perubahan (5)
Oleh: Rhenald Kasali

Banyak orang yang sudah tak sabar ingin segera mengelola perubahan dan
menanyakan bagaimana manajemen-nya dalam melakukan perubahan. Tadinya,
saya ingin menjelaskan dulu berbagai aspek filosofis dan dasar berpikir
tentang perubahan sebelum masuk ke dalam manajemen-nya itu sendiri. Tetapi
baiklah mari kita masuki manajemen perubahan pada aspek “how”. Perubahan
pada dasarnya adalah mengajak orang untuk melihat, percaya, bergerak dan
menyelesaikannya sampai selesai. Metode ini sering pula disebut CBA atau
Conceive, Believe dan Achieve.
Mengajak orang melihat tentu saja bukan persoalan yang mudah. Banyak
penulis manajemen percaya, sesungguhnya prinsip-prinsip keimanan dapat
diterapkan disini. Yaitu: percaya saja. Karena percaya, maka Anda akan
melihat. Believing is seeing. Tapi semudah itukah Anda bisa memperoleh
kepercayaan? Dalam masyarakat modern, ternyata berlaku keadaan sebaliknya,
seeing is believing. Artinya, pertama-tama Anda harus mampu mengajak para
pengikut Anda “melihat” terlebih dulu. Mereka baru percaya kalau Anda
mampu membukakan mata mereka. Pasalnya, tak semua perubahan dapat dilihat
dengan kasat mata.
Dalam banyak hal, perubahan-perubahan justru tak kelihatan sehingga orang
tampak tetap duduk-duduk dengan tenang. Walaupun performance sudah mulai
menurun, orang masih melakukan kesalahan-kesalahan yang sama karena
cashflow masih positif. Orang baru tampak panik bila bom keras sudah
benar-benar meledak di depan matanya, bila cashflow sudah berhenti
mengalir dan tagihan-tagihan sulit dibayarkan. Tapi sesungguhnya, ketika
krisis itu sudah terjadi, Anda sudah tak punya pilihan lagi. Tidak ada
resources, reputasi dan tidak pula dukungan. Oleh karena itu sangat
dianjurkan berubah sebelum krisis. Kalau mulai menurun, pilihannya adalah
turn around (putar arah). Tetapi akan lebih baik lagi bila perubahan
dilakukan setiap periode secara rutin. Berubah justru di saat-saat sedang
menanjak, menuju puncak.
Perubahan pada tahap itu kita sebut transformasi, yaitu pembenahan
manajemen untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti: Apa yang dapat
kita lakukan agar menjadi lebih baik lagi? Apa saja kesalahan-kesalahan
yang telah kita perbuat? Untuk itu langkah pertama adalah mengajak semua
orang melihat, yaitu melihat perubahan. Kelihatannya sederhana, tetapi
pengalaman memperlihatkan orang-orang dalam suatu institusi mempunyai
penglihatan yang tidak sama. Ada yang melihatnya dengan jelas sekali,
samar-samar dan mayoritas tidak melihat sama sekali.
Tugas manajemen pertama-tama adalah menunjukkan perubahan itu dengan
sangat jelas. Artinya harus memisahkan sesuatu dari berbagai hubungan yang
kompleks menjadi sesuatu yang simpel, namun pengaruhnya besar sekali.
Kadang-kadang banyak orang merasa tahu, tetapi mereka tahunya secara
kompleks, banyak yang diketahui, tetapi tidak fokus dan mendalam.
Manajemen memilih variabel-variabel yang penting saja yang memberi
kontribusi yang sangat besar (prinsip pareto), dan menunjukkan kontras
antara pendekatan yang lama dengan pendekatan yang baru. Selain itu
kontras harus digabungkan dengan konfrontasi, yaitu penyajian
berulang-ulang agar ada kejelasan dan kesepahaman. Bila perlu, para
pengikut dapat diajak melihat sendiri ke luar (inescapable experience) dan
merasakan sesungguhnya apa yang tengah terjadi.
Persoalan selanjutnya adalah, tak semua orang yang melihat percaya dan
bergerak. Sebagian orang-orang itu bahkan tak bisa menerima
kenyataan-kenyataan baru. Mereka itu umumnya terbutakan matanya oleh sinar
kejayaan masa lalu. IBM misalnya, pada suatu ketika sama sekali tak mau
melihat kenyataan bahwa pasar sudah beralih dari mainframe ke PC. Demikian
pula dengan Motorola yang tak mau melirik teknologi digital dalam industri
cellular phone. Ketika Nokia invest besar-besaran dalam standar baru
digital telekomunikasi di Eropa, Motorola malah memperbesar investasi
teknologi analog-nya.
Mengapa mereka menyangkal dan tak mau bergerak kendati fakta-fakta jelas
menunjukkan arah teknologi baru telah berubah? “Smart people don’t try new
tricks”, ujar Stewart Black. Suatu ketika dalam hidup ini Anda akan merasa
hebat karena telah mencapai kinerja yang memuaskan. Pada saat itu mungkin
Anda akan berpendapat sangat ekstreem. Apapun yang Anda ketahui
seakan-akan adalah segala-galanya, sedangkan yang tidak Anda ketahui
adalah “nothing!” Tapi, seperti IBM, meskipun kualitas buatannya prima,
Anda bisa saja bergeser telah berada dalam bisnis yang salah, yang akan
mati.
Untuk itu maka Anda harus bergeser, pindah ke bisnis yang mungkin sama
sekali baru. Tapi orang-orang pintar di perusahaan belum tentu setuju.
Mengapa? Karena mereka harus memulainya dari baru, dari nol sama sekali.
Dan ketika hal baru itu mereka lakukan, tentu saja besar kemungkinan
mereka akan tampak bodoh. Inilah tantangan manajemen yang masih Anda harus
hadapi.

Selasa, Juni 01, 2004

Alam Semesta sebagai Hologram

> > Alam Semesta sebagai Hologram
> >
> > Pada tahun 1982 terjadi suatu peristiwa yang menarik. Di
> > Universitas Paris, sebuah tim peneliti dipimpin oleh Alain
> > Aspect melakukan suatu eksperimen yang mungkin merupakan
> > eksperimen yang paling penting di abad ke-20. Anda tidak
> > mendapatkannya dalam berita malam. Malah, kecuali Anda
> > biasa membaca jurnal-jurnal ilmiah, Anda mungkin tidak
> > pernah mendengar nama Aspect, sekalipun sementara orang
> > merasa temuannya itu mungkin akan mengubah wajah sains.
> >
> > Aspect bersama timnya menemukan bahwa dalam lingkungan
> > tertentu partikel-partikel subatomik, seperti elektron,
> > mampu berkomunikasi dengan seketika satu sama lain tanpa
> > tergantung pada jarak yang memisahkan mereka. Tidak ada
> > bedanya apakah mereka terpisah 10 kaki atau 10 milyar km
> > satu sama lain.
> >
> > Entah bagaimana, tampaknya setiap partikel selalu tahu apa
> > yang dilakukan oleh partikel lain. Masalah yang
> > ditampilkan oleh temuan ini adalah bahwa hal itu melanggar
> > prinsip Einstein yang telah lama dipegang, yakni bahwa
> > tidak ada
> > komunikasi yang mampu berjalan lebih cepat daripada
> > kecepatan cahaya. Oleh karena berjalan melebihi kecepatan
> > cahaya berarti menembus dinding waktu, maka prospek yang
> > menakutkan ini menyebabkan sementara ilmuwan fisika
> > mencoba menyusun teori yang dapat menjelaskan temuan
> > Aspect. Namun hal itu juga mengilhami sementara ilmuwan
> > lain untuk menyusun teori yang lebih radikal lagi.
> >
> > Pakar fisika teoretik dari Universitas London, David Bohm,
> > misalnya, yakin bahwa temuan Aspect menyiratkan bahwa
> > realitas obyektif itu tidak ada; bahwa sekalipun tampaknya
> > pejal [solid], alam semesta ini pada dasarnya merupakan
> > khayalan, suatu hologram raksasa yang terperinci secara
> > sempurna. Untuk memahami mengapa Bohm sampai membuat
> > pernyataan yang mengejutkan ini, pertama-tama kita harus
> > memahami sedikit tentang hologram. Sebuah hologram adalah
> > suatu potret tiga dimensional yang dibuat dengan sinar
> > laser. Untuk membuat hologram, obyek yang akan difoto
> > mula-mula disinari
> > dengan suatu sinar laser. Lalu sinar laser kedua yang
> > dipantulkan dari sinar pertama ditujukan pula kepada obyek
> > tersebut, dan pola interferensi yang terjadi (bidang
> > tempat kedua sinar laser itu bercampur) direkam dalam
> > sebuah pelat
> > foto.
> >
> > Ketika pelat itu dicuci, gambar terlihat sebagai
> > pusaran-pusaran garis-garis terang dan gelap. Tetapi
> > ketika foto itu disoroti oleh sebuah sinar laser lagi,
> > muncullah gambar tiga dimensional dari obyek semula di
> > situ. Sifat tiga dimensi
> > dari gambar seperti itu bukan satu-satunya sifat yang
> > menarik dari hologram. Jika hologram sebuah bunga mawar
> > dibelah dua dan disoroti oleh sebuah sinar laser,
> > masing-masing belahan itu ternyata masih mengandung gambar
> > mawar itu secara lengkap (tetapi lebih kecil).
> >
> > Bahkan, jika belahan itu dibelah lagi, masing-masing
> > potongan foto itu ternyata selalu mengandung gambar semula
> > yang lengkap sekalipun lebih kecil. Berbeda dengan foto
> > yang biasa, setiap bagian sebuah hologram mengandung semua
> > informasi yang ada pada hologram secara keseluruhan. Sifat
> > "keseluruhan di dalam setiap bagian" dari sebuah hologram,
> > memberikan kepada kita suatu cara pemahaman yang sama
> > sekali baru terhadap organisasi dan order. Selama sebagian
> > besar sejarahnya, sains Barat bekerja di bawah prinsip
> > yang bias, yakni bahwa cara terbaik untuk memahami
> > fenomena fisikal --baik seekor katak atau sebuah atom--
> > adalah dengan memotong-motongnya dan meneliti bagian -
> > bagiannya. Sebuah hologram mengajarkan bahwa beberapa hal
> > dari alam semesta ini mungkin tidak akan terungkap dengan
> > pendekatan itu. Jika kita mencoba menguraikan sesuatu yang
> > tersusun secara holografik, kita tidak akan mendapatkan
> > bagian-bagian yang membentuknya, melainkan kita akan
> > mendapatkan keutuhan yang lebih kecil.
> >
> > Pencerahan ini menuntun Bohm untuk memahami secara lain
> > temuan Aspect. Bohm yakin bahwa alasan mengapa
> > partikel-partikel subatomik mampu berhubungan satu sama
> > lain tanpa terpengaruh oleh jarak yang memisahkan mereka
> > adalah bukan karena mereka mengirimkan isyarat misterius
> > bolak-balik di antara satu sama lain, melainkan oleh
> > karena keterpisahan mereka adalah ilusi. Bohm berkilah,
> > bahwa pada suatu tingkat realitas yang lebih dalam,
> > partikel-partikel seperti itu bukanlah entitas-entitas
> > individual, melainkan merupakan perpanjangan [extension]
> > dari sesuatu yang esa dan fundamental.
> >
> > Agar khalayak lebih mudah membayangkan apa yang
> > dimaksudkannya, Bohm memberikan ilustrasi berikut:
> > Bayangkan sebuah akuarium yang mengandung seekor ikan.
> > Bayangkan juga bahwa Anda tidak dapat melihat akuarium itu
> > secara langsung, dan bahwa pengetahuan Anda tentang
> > akuarium itu beserta apa yang terkandung di dalamnya
> > datang dari dua kamera televisi: yang sebuah ditujukan ke
> > sisi depan akuarium, dan yang lain ditujukan ke sisinya.
> > Ketika Anda menatap kedua layar televisi, Anda mungkin
> > menganggap bahwa ikan yang ada pada masing-masing layar
> > itu adalah dua ikan yang berbeda. Bagaimana pun juga,
> > karena kedua kamera diarahkan dengan sudut yang berbeda,
> > masing-masing gambar ikan itu sedikit berbeda satu sama
> > lain. Tetapi sementara Anda terus memandang kedua ikan
> > itu, akhirnya Anda akan
> > menyadari bahwa ada hubungan tertentu di antara kedua ikan
> > itu.
> >
> > Kalau yang satu berbelok, yang lain juga membuat gerakan
> > yang berbeda tapi sesuai; jika yang satu menghadap kamera,
> > yang lain menghadap ke suatu sisi. Jika Anda tidak
> > menyadari seluruh situasinya, Anda mungkin menyimpulkan
> > bahwa kedua ikan itu saling berkomunikasi secara seketika,
> > tetapi jelas bukan demikian halnya.
> >
> > Menurut Bohm, inilah sesungguhnya yang terjadi di antara
> > artikel-partikel subatomik dalam eksperimen Aspect itu.
> > Menurut Bohm, hubungan yang tampaknya "lebih cepat dari
> > cahaya" di antara partikel-partikel subatomik sesungguhnya
> > mengatakan kepada kita bahwa ada suatu tingkat realitas
> > yang lebih dalam, yang selama ini tidak kita kenal, suatu
> > dimensi yang lebih rumit di luar dimensi kita, dimensi
> > yang beranalogi dengan akuarium itu. Tambahnya, kita
> > memandang obyek-obyek seperti partikel-partikel subatomik
> > sebagai terpisah satu sama lain oleh karena kita hanya
> > memandang satu bagian
> > dari realitas sesungguhnya.
> >
> > Partikel-partikel seperti itu bukanlah "bagian-bagian"
> > yang terpisah, melainkan faset-faset dari suatu kesatuan
> > (keesaan) yang lebih dalam dan lebih mendasar, yang pada
> > akhirnya bersifat holografik dan tak terbagi-bagi seperti
> > gambar
> > mawar di atas. Dan oleh karena segala sesuatu dalam
> > realitas fisikal terdiri dari apa yang disebut
> > "eidolon-eidolon" ini, maka alam semesta itu sendiri
> > adalah suatu proyeksi, suatu hologram. Di samping
> > hakekatnya yang seperti bayangan, alam semesta itu
> > memiliki sifat-sifat lain yang cukup mengejutkan. Jika
> > keterpisahan yang tampak di antara partikel-partikel
> > subatomik itu ilusif, itu berarti pada suatu tingkat
> > realitas yang lebih dalam segala sesuatu di
> > alam semesta ini saling berhubungan secara tak terbatas.
> >
> > Elektron-elektron didalam atom karbon dalam otak manusia
> > berhubungan dengan partikel-partikel subatomik yang
> > membentuk setiap ikan salem yang berenang, setiap jantung
> > yang berdenyut, dan setiap bintang yang berkilauan di
> > angkasa. Segala sesuatu meresapi segala sesuatu; dan
> > sekalipun sifat manusia selalu mencoba memilah-milah,
> > mengkotak-kotakkan dan membagi-bagi berbagai fenomena di
> > alam semesta, semua pengkotakan itu mau tidak mau adalah
> > artifisial, dan segenap alam semesta ini pada akhirnya
> > merupakan suatu jaringan tanpa jahitan.
> >
> > Di dalam sebuah alam semesta yang holografik, bahkan waktu
> > dan ruang tidak dapat lagi dipandang sebagai sesuatu yang
> > fundamental. Oleh karena konsep-konsep seperti lokasi'
> > runtuh di dalam suatu alam semesta yang di situ tidak ada
> > lagi sesuatu yang terpisah dari yang lain, maka waktu dan
> > ruang tiga dimensional --seperti gambar-gambar ikan pada
> > layar-layar TV di atas-- harus dipandang sebagai proyeksi
> > dari order yang lebih dalam lagi.
> >
> > Pada tingkatan yang lebih dalam, realitas merupakan
> > semacam superhologram yang di situ masa lampau, masa kini,
> > dan masa depan semua ada (berlangsung) secara serentak.
> > Ini mengisyaratkan bawah dengan peralatan yang tepat
> > mungkin di masa depan orang bisa menjangkau ke tingkatan
> > realitas superholografik itu dan mengambil adegan-adegan
> > dari masa lampau yang terlupakan.
> >
> > Apakah ada lagi yang terkandung dalam superhologram itu
> > merupakan pertanyaan terbuka. Bila diterima --dalam
> > diskusi ini-- bahwa superhologram itu merupakan matriks
> > yang melahirkan segala sesuatu dalam alam semesta kita,
> > setidak-tidaknya ia mengandung setiap partikel subatomik
> > yang pernah ada dan akan ada -- setiap konfigurasi materi
> > dan energi yang mungkin, dari butiran salju sampai quasar,
> > dari ikan paus biru sampai sinar gamma. Itu bisa dilihat
> > sebagai gudang kosmik dari "segala yang ada".
> >
> > Sekalipun Bohm mengakui bahwa kita tidak mempunyai cara
> > untuk mengetahui apa lagi yang tersembunyi di dalam
> > superhologram itu, ia juga mengatakan bahwa kita tidak
> > mempunyai alasan bahwa superhologram itu tidak mengandung
> > apa-apa lagi. Atau, seperti dinyatakannya, mungkin tingkat
> > realitas superholografik itu "sekadar satu tingkatan",
> > yang di luarnya terletak "perkembangan lebih lanjut yang
> > tak terbatas."
> >
> > Bohm bukanlah satu-satunya peneliti yang menemukan
> > bukti-bukti bahwa alam semesta ini merupakan hologram.
> > Dengan bekerja secara independen di bidang penelitian
> > otak, pakar neurofisiologi Karl Pribram dari Universitas
> > stanford, juga menerima sifat holografik dari realitas.
> >
> > Pribram tertarik kepada model holografik oleh teka-teki
> > bagaimana dan di mana ingatan tersimpan di dalam otak.
> > Selama puluhan tahun berbagai penelitian menunjukkan bahwa
> > alih-alih tersimpan dalam suatu lokasi tertentu, ingatan
> > tersebar di seluruh bagian otak.
> >
> > Dalam serangkaian penelitian yang bersejarah pada tahun
> > 1920-an, ilmuwan otak Karl Lashley menemukan bahwa tidak
> > peduli bagian mana dari otak tikus yang diambilnya, ia
> > tidak dapat menghilangkan ingatan untuk melakukan
> > tugas-tugas rumit yang pernah dipelajari tikus itu sebelum
> > dioperasi. Masalahnya ialah tidak seorang pun dapat
> > menjelaskan mekanisme ponyimpanan ingatan yang bersifat
> > "semua di dalam setiap bagian" yang aneh ini.
> >
> > Lalu pada tahun 1960-an Pribram membaca konsep holografi
> > dan menyadari bahwa ia telah menemukan penjelasan yang
> > telah lama dicari-cari oleh para ilmuwan otak. Pribram
> > yakin bahwa ingatan terekam bukan di dalam neuron-neuron
> > (sel-sel otak), melainkan di dalam pola-pola impuls saraf
> > yang merambah seluruh otak, seperti pola-pola interferensi
> > sinar laser yang merambah seluruh wilayah pelat film yang
> > mengandung suatu gambar holografik. Dengan kata lain,
> > Pribram yakin bahwa otak itu sendiri merupakan sebuah
> > hologram.
> >
> > Teori Pribram juga menjelaskan bagaimana otak manusia
> > dapat menyimpan begitu banyak ingatan dalam ruang yang
> > begitu kecil. Pernah diperkirakan bahwa otak manusia
> > mempunyai kapasitas mengingat sekitar 10 milyar bit
> > informasi selama masa hidup manusia rata-rata (atau
> > kira-kira sebanyak informasi yang terkandung dalam lima
> > set Encyclopaedia Britannica).
> >
> > Demikian pula telah ditemukan bahwa di samping
> > sifat-sifatnya yang lain, hologram mempunyai kapasitas
> > untuk menyimpan informasi -- hanya dengan mengubah sudut
> > kedua sinar laser itu jatuh pada permukaan pelat film,
> > dimungkinkan untuk merekam banyak gambar berbeda pada
> > permukaan yang sama. Telah dibuktikan bahwa satu
> > sentimeter kubik pelat film dapat menyimpan sebanyak 10
> > milyar bit informasi.
> >
> > Kemampuan mengagumkan dari manusia untuk mengambil
> > informasi yang diperlukan dari gudang ingatan yang amat
> > besar itu dapat lebih dipahami jika otak berfungsi menurut
> > prinsip-prinsip holografik.Jika seorang teman minta Anda
> > mengatakan apa yang terlintas dalam pikiran ketika ia
> > menyebut "zebra", Anda tidak perlu tertatih-tatih
> > melakukan sorting dan mencari dalam suatu file alfabetis
> > raksasa dalam otak untuk sampai kepada suatu jawaban.
> > Alih-alih, berbagai asosiasi seperti "bergaris-garis",
> > "macam kuda", dan "binatang dari Afrika" semua muncul di
> > kepala Anda dengan seketika.
> >
> > Sesungguhnya, salah satu hal paling mengherankan tentang
> > proses berpikir manusia adalah bahwa setiap butir
> > informasi tampaknya dengan seketika berkorelasi-silang
> > dengan setiap butir informasi lain-- ini merupakan sifat
> > intrinsik dari hologram. Oleh karena setiap bagian dari
> > hologram saling berhubungan secara tak terbatas satu sama
> > lain, ini barangkali merupakan contoh terbaik dari alam
> > tentang suatu sistem yang saling berkorelasi.
> >
> > Penyimpanan ingatan bukan satu-satunya teka-teki
> > neurofisiologis yang lebih dapat dijelaskan dengan model
> > otak holografik Pribram. Teka-teki lain adalah bagaimana
> > otak mampu menerjemahkan serbuan frekuensi-frekuensi yang
> > iterimanya melalui pancaindra (frekuensi cahaya, frekuensi
> > suara, dan sebagainya) menjadi dunia konkrit dari persepsi
> > manusia. Merekam dan menguraikan kembali frekuensi adalah
> > sifat terunggul dari sebuah hologram. Seperti hologram
> > berfungsi sebagai semacam lensa, alat yang menerjemahkan
> > frekuensi-frekuensi kabur yang tak berarti menjadi suatu
> > gambar
> > yang koheren, Pribram yakin bahwa otak juga merupakan
> > sebuah lensa yang menggunakan prinsip-prinsip holografik
> > untuk secara matematis mengubah frekuensi-frekuensi yang
> > diterimanya melalui pancaindra menjadi persepsi di dalam
> > batin kita.
> >
> > Sejumlah bukti yang mengesankan mengisyaratkan bahwa otak
> > menggunakan prinsip-prinsip holografik untuk menjalankan
> > fungsinya. Sesungguhnya, teori Pribram makin diterima di
> > kalangan pakar neurofisiologi. Peneliti argentina-Italia,
> > Hugo Zucarelli, baru-baru ini memperluas model holografik
> > ke dalam fenomena akustik. Menghadapi teka-teki bahwa
> > manusia dapat menetapkan sumber suara tanpa menggerakkan
> > kepalanya, bahkan jika mereka hanya memiliki pendengaran
> > pada satu telinga saja, Zucarelli menemukan
> > prinsip-prinsip holografik dapat menjelaskan kemampuan
> > ini.
> >
> > Zucarelli juga mengembangkan teknologi suara holofonik,
> > suatu teknik perekaman yang mampu mereproduksi suasana
> > akustik dengan realisme yang mengagumkan.
> >
> > Keyakinan Pribram bahwa otak kita secara matematis
> > membangun realitas "keras" dengan mengandalkan diri pada
> > masukan dari suatu domain frekuensi juga telah mendapat
> > dikungan sejumlah eksperimen.
> >
> > Telah ditemukan bahwa masing-masing indra kita peka
> > terhadap suatu bentangan frekuensi yang jauh lebih lebar
> > daripada yang dianggap orang sebelum ini. Misalnya, para
> > peneliti telah menemukan bahwa sistem penglihatankita peka
> > terhadap frekuensi suara, bahwa indra penciuman kita
> > sebagian bergantung pada apa yang sekarang dinamakan
> > "frekuensi
> > osmik", dan bahkan sel-sel tubuh kita peka terhadap suatu
> > bentangan luas frekuensi. Temuan-temuan seperti itu
> > menandakan bahwa hanya di dalam domain kesadaran
> > holografik saja frekuensi- frekuensi seperti itu
> > dipilah-pilah dan dibagi-bagi menjadi persepsi
> > konvensional.
> >
> > Tetapi aspek yang paling membingungkan dari model otak
> > holografik Pribram adalah apa yang terjadi apabila model
> > itu dipadukan dengan teori Bohm. Oleh karena, bila
> > kekonkritan alam semesta ini hanyalah realitas sekunder
> > dan bahwa apa yang ada "di luar sana" sesungguhnya
> > hanyalah kekaburan frekuensi holografik, dan jika otak
> > juga sebuah hologram dan hanya memilih beberapa saja dari
> > frekuensi-frekuensi yang kabur dan secara matematis
> > mengubahnya menjadi persepsi sensorik, apa jadinya dengan
> > realitas yang obyektif?
> >
> > Secara sederhana, realias obyektif itu tidak ada lagi.
> > Seperti telah lama dinyatakan oleh agama-agama dari Timur,
> > dunia materi ini adalah Maya, suatu ilusi, dan sekalipun
> > kita mungkin berpikir bahwa kita ini makhluk fisikal yang
> > bergerak di dalam dunia fisikal, ini juga suatu ilusi.
> >
> > Kita ini sebenarnya adalah "pesawat penerima" yang
> > mengambang melalui suatu lautan frekuensi kaleidoskopik,
> > dan apa yang kita ambil dari lautan ini dan terjemahkan
> > menjadi realitas fisikal hanyalah satu channel saja dari
> > sekian banyak yang diambil dari superhologram itu.
> >
> > Gambaran realitas yang baru dan mengejutkan ini, yakni
> > sintesis antara pandangan Bohm dan Pribram, dinamakan
> > paradigma holografik, dan sekalipun banyak ilmuwan
> > memandangnya secara skeptik, paradigma itu menggairahkan
> > sementara ilmuwan lain. Suatu lingkungan kecil ilmuwan
> > --yang jumlahnya makin bertambah-- percaya bahwa paradigma
> > itu merupakan model realitas yang paling akurat yang
> > pernah dicapai sains. Lebih dari itu, sementara kalangan
> > percaya bahwa itu dapat memecahkan beberapa misteri yang
> > selama ini belum dapat dijelaskan oleh sains, dan bahkan
> > dapat menegakkan hal-hal paranormal sebagai bagian dari
> > alam. Banyak peneliti, termasuk Bohm dan Pribram, mencatat
> > bahwa banyak fenomena para-psikologis menjadi lebih dapat
> > dipahami dalam kerangka paradigma holografik.
> >
> > Dalam suatu alam semesta yang di situ otak individu
> > sesungguhnya adalah bagian yang tak terbagi dari hologram
> > yang lebih besar dan segala sesuatu saling berhubungan
> > secara tak terbatas, maka telepati mungkin tidak lebih
> > dari sekadar mengakses tingkat holografik itu. Jelas itu
> > jauh lebih mudah dapat memahami bagaimana informasi dapat
> > berpindah dari batin individu A kepada batin individu B
> > yang berjauhan, dan memahami sejumlah teka-teki yang belum
> > terpecahkan dalam psikologi. Khususnya, Grof merasa bahwa
> > paradigma holografik menawarkan model untuk memahami
> > banyak fenomena membingungkan yang dialami orang dalam
> > keadaan "kesadaran yang berubah" [altered states of
> > consciousness].
> >
> > Pada tahun 1950-an, ketika melakukan penelitian terhadap
> > anggapan bahwa LSD adalah alat penyembuhan psikoterapi,
> > Grof mempunyai seorang pasien wanita yang tiba-tiba merasa
> > yakin bahwa dia mempunyai identitas seekor reptil betina
> > prasejarah. Selama halusinasinya, dia tidak hanya
> > menguraikan secara amat mendetail tentang bagaimana
> > rasanya terperangkap dalam wujud seperti itu, melainkan
> > juga mengatakan bahwa bagian anatomi binatang jantan
> > adalah sepetak sisik berwarna pada sisi kepalanya.
> >
> > Yang mengejutkan Grof ialah bahwa, sekalipun wanita itu
> > sebelumnya tidak mempunyai pengetahuan tentan hal-hal itu,
> > suatu percakapan dengan seorang ahli zoologi belakangan
> > menguatkan bahwa pada beberapa spesies reptilia tertentu
> > bagian-bagian berwarna dari kepala memainkan peran penting
> > untuk membangkitkan birahi.
> >
> > Pengalaman wanita itu bukan sesuatu yang unik. Selama
> > penelitiannya, Grof bertemu dengan pasien-pasien yang
> > mengalami regresi dan mengenali dirinya sebagai salah satu
> > spesies dalam deretan evolusi. Tambahan pula, ia mendapati
> > bahwa pengalaman-pengalaman seperti itu sering kali
> > mengandung informasi zoologis yang jarang diketahui yang
> > belakangan ternyata akurat.
> >
> > Regresi ke dalam dunia binatang bukanlah satu-satunya
> > fenomena psikologis yang menjadi teka-teki yang ditemukan
> > Grof. Ia juga mempunyai pasien-pasien yang tampak dapat
> > memasuki alam bawah sadar kolektif atau rasial.
> > Orang-orang yang tidak terdidik tiba-tiba memberikan
> > gambaran yang terperinci tentang praktek penguburan
> > Zoroaster dan adegan-adegan dari mitologi Hindu. Jenis
> > pengalaman yang lain adalah orang-orang yang emberikan
> > uraian yang meyakinkan tentang perjalanan di luar tubuh,
> > atau melihat sekilas masa depan yang akan terjadi, atau
> > regresi ke dalam inkarnasi dalam salah satu kehidupan
> > lampau.
> >
> > Dalam riset-riset lebih lanjut, Grof menemukan bentangan
> > fenomena yang sama muncul dalam sesi-sesi terapi yang
> > tidak menggunakan obat-obatan [psikotropika]. Oleh karena
> > unsur yang sama dalam pengalaman-pengalaman seperti itu
> > tampaknya adalah diatasinya kesadaran individu yang
> > biasanya dibatasi oleh ego dan/atau dibatasi oleh ruang
> > dan waktu, Grof menyebut fenomena itu sebagai "pengalaman
> > transpersonal", dan pada akhir tahun 1960-an ia membantu
> > mendirikan cabang psikologi yang disebut "psikologi
> > transpersonal" yang sepenuhnya mengkaji
> > pengalaman-pengalaman seperti itu.
> >
> > Sekalipun perhimpunan yang didirikan oleh Grof,
> > Perhimpunan Psikologi Transpersonal [Association of
> > Transpersonal Psychology], menghimpun sekelompok
> > profesional yang jumlahnya semakin bertambah, dan telah
> > menjadi cabang psikologi yang terhormat [di kalangan
> > sains], selama bertahun-tahun Grof maupun rekan-rekannya
> > tidak dapat memberikan suatu mekanisme yang dapat
> > menjelaskan berbagai fenomena psikologis aneh yang mereka
> > aksikan. Tetapi semua itu berubah dengan lahirnya
> > paradigma holografik.
> >
> > Sebagaimana dicatat Grof baru-baru ini, jika batin memang
> > bagian dari suatu kontinuum, suatu labirin yang
> > berhubungan bukan hanya dengan setiap batin lain yang ada
> > dan yang pernah ada, melainkan berhubungan pula dengan
> > setiap atom, organisme, dan wilayah di dalam ruang dan
> > waktu yang luas itu sendiri, maka fakta bahwa batin
> > kadang-kadang bisa menjelajah ke dalam labirin itu dan
> > mengalami hal-hal transpersonal tidak lagi tampak begitu
> > aneh.
> >
> > Paradigma holografik juga mempunyai implikasi bagi
> > sains-sains "keras" seperti biologi. Keith Floyd, seorang
> > psikolog di Virginia Intermont College, mengatakan bahwa
> > jika realitas yang konkrit tidak lebih dari sekadar ilusi
> > holografik, maka tidak benar lagi pernyataan yang
> > mengklaim bahwa otak menghasilkan kesadaran. Alih-alih,
> > justru kesadaranlah yang menciptakan perwujudan dari otak
> > -- termasuk juga tubuh dan segala sesuatu di sekitar kita
> > yang kita tafsirkan sebagai fisikal.
> >
> > Pembalikan cara melihat struktur-struktur biologis seperti
> > itu menyebabkan para peneliti mengatakan bahwa ilmu
> > kedokteran dan pemahaman kita mengenai proses penyembuhan
> > juga dapat mengalami transformasi berkat paradigma
> > holografik ini. Jika struktur yang tampaknya fisikal dari
> > badan ini tidak lain daripada proyeksi holografik dari
> > kesadaran, maka jelas bahwa asing-masing dari kita jauh
> > lebih bertanggung-jawab bagi kesehatan diri kita daripada
> > yang dinyatakan oleh pengetahuan kedokteran masa kini. Apa
> > yang sekarang kita lihat sebagai penyembuhan penyakit yang
> > bersifat "mukjizat" mungkin sesungguhnya disebabkan oleh
> > perubahan-perubahan dalam kesadaran yang pada gilirannya
> > mempengaruhi perubahan-perubahan dalam hologram badan
> > jasmani.
> >
> > Demikian pula, teknik-teknik penyembuhan baru yang
> > kontroversial, seperti visualisasi, mungkin berhasil baik
> > oleh karena dalam domain pikiran yang holografik
> > gambar-gambar pada akhirnya sama nyatanya dengan
> > "realitas".
> >
> > Bahkan berbagai visiun dan pengalaman yang menyangkut
> > realitas yang "tidak biasa" dapat dijelaskan dengan
> > paradigma holografik. Dalam bukunya "Gifts of Unknown
> > Things", pakar biologi Lyall Watson menceritakan
> > pertemuannya dengan seorang dukun perempuan Indonesia
> > yang, dengan melakuan semacam tarian ritual, mampu
> > melenyapkan sekumpulan pepohonan. Watson mengisahkan,
> > sementara ia dan seorang pengamat lain terus memandang
> > perempuan itu dengan takjub, ia membuat pepohonan itu
> > muncul kembali, lalu melenyapkannya dan memunculkannya
> > lagi beberapa kali berturut - turut.
> >
> > Sekalipun pemahaman saintifik masa kini tidak mampu
> > menjelaskan peristiwa-peristiwa seperti itu, berbagai
> > pengalaman seperti ini menjadi lebih mungkin jika realitas
> > "keras" tidak lebih dari sekadar proyeksi holografik.
> >
> > Mungkin kita sepakat tentang apa yang "ada" atau "tidak
> > ada" oleh karena apa yang disebut "realitas konsensus" itu
> > dirumuskan dan disahkan di tingkat bawah sadar manusia,
> > yang di situ semua batin saling berhubungan tanpa
> > terbatas.
> >
> > Jika ini benar, maka ini adalah implikasi paling dalam
> > dari paradigma holografik, oleh karena hal itu berarti
> > bahwa pengalaman-pengalaman sebagaimana dialami oleh
> > Watson adalah tidak lazim hanya oleh karena kita tidak
> > memprogram batin kita dengan kepercayaan-kepercayaan yang
> > membuatnya lazim. Di dalam alam semesta yang holografik,
> > tidak ada batas bagaimana kita dapat mengubah bahan-bahan
> > realitas.
> >
> > Yang kita lihat sebagai 'realitas' hanyalah sebuah kanvas
> > yang menunggu kita gambari dengan gambar apa pun yang kita
> > inginkan. Segala sesuatu adalah mungkin, mulai dari
> > kelengkungkan sendok dengan kekuatan batin sampai
> > peristiwa-peristiwa fantastik yang dialami oleh Castaneda
> > selama pertemuannya dengan dukun Indian bangsa Yaqui, Don
> > Juan, oleh karena sihir adalah hak asasi kita, tidak lebih
> > dan tidak kurang adikodratinya daripada kemampuan kita
> > menghasilkan realitas yang kita inginkan etika kita
> > bermimpi.
> >
> > Sesungguhnya, bahkan paham-paham kita yang paling mendasar
> > tentang realitas patut dipertanyakan, oleh karena di dalam
> > alam semesta holografik, sebagaimana ditunjukkan oleh
> > ribram, bahkan perisitiwa yang terjadi secara acak
> > [random] harus dilihat sebagai berdasarkan prinsip
> > holografik dan oleh karena itu bersifat determined.
> > 'Sinkronisitas' atau peristiwa-peristiwa kebetulan yang
> > bermanfaat, tiba-tiba masuk akal, dan segala sesuatu dalam
> > realitas harus dilihat sebagai metafora, oleh karena
> > bahkan peristiwa yang paling kacau mengungkapkan suatu
> > simetri tertentu yang mendasarinya.
> >
> > Apakah paradigma holografik Bohm dan Pribram akan diterima
> > oleh sains atau tenggelam begitu saja masih akan kita
> > lihat, tetapi pada saat ini agaknya dapat dikatakan bahwa
> > paradigma itu telah berpengaruh terhadap pemikiran
> > sejumlah ilmuwan. Dan bahkan jika kelak terbukti bahwa
> > model holografik tidak memberikan penjelasan terbaik bagi
> > komunikasi seketika yang tampaknya berlangsung bolak-balik
> > di antara partikel-partikel subatomik, setidak-tidaknya,
> > sebagaimana dinyatakan oleh Basil Hiley, seorang pakar
> > fisika di Birbeck College di London, temuan Aspect
> > "menunjukkan bahwa kita harus siap mempertimbangkan
> > paham-paham baru yang radikal mengenai realitas."
> >

[mind Flash]

Hidup adalah tidak mengikatkan diri kepada sesuatu
Hidup seharusnya bebas
Hidup adalah fana, karena itu buat apa mengikatkan diri..
secara sadar maupun tidak banyak orang mengikatkan diri pada materi,atau kepada sesuatu yang tidak kekal.
lambat laun harus meninggalkannya

bila kita tidak memiliki maka kita tidak akan pernah memiliki rasa kehilangan