Rabu, Januari 30, 2019
Jangan resign dulu
.
Lain kali, kalau ada orang yang menyarankan Anda untuk resign hanya modal cangkem, kompor meleduk atau kalimat motivasi tanpa solusi berarti tentang bagaimana cara untuk mengganti penghasilan rutin dari pekerjaan yang Anda geluti sekarang, berikan saja padanya: senyum pepsoden termanis yang Anda punya.
Faktanya, menjadi entrepreneur, membuka usaha, bisnis, dagang atau bahkan mengatur waktu secara mandiri untuk mewujudkan impian yang Anda damba-dambakan bukanlah hal yang mudah. Tidak segampang ngomong doang.
Catatan ini tidak melarang Anda untuk resign demi mengejar mimpi besar yang (konon katanya) Anda miliki, melainkan sebagai bahan kontemplasi supaya Anda senantiasa dapat berpikir ulang, sekaligus menjadi penyeimbang dari arus ajakan untuk resign tanpa mikir panjang yang demikian deras beberapa tahun belakangan.
.
.
.
💥 Hindari risiko besar
Jika ada satu hal yang pasti di dunia ini, maka itu adalah: tidak ada hal yang benar-benar pasti.
Sayangnya, saat Anda memutuskan untuk berhenti dari pekerjaan rutin tanpa punya rencana, strategi atau cadangan logistik yang matang, maka Anda membuat keadaan menjadi super tidak pasti. Dan itu berbahaya.
Mereka yang punya rencana matang, strategi kuat dan modal yang banyak saja bisa salah melangkah, apalagi yang cuma nekat, emosi sesaat atau sekedar ikut-ikutan saran dari buku atau seminar, yang dijamin orangnya tak akan peduli saat Anda harus terlunta-lunta.
Tentu yang paling runyam jika Anda sudah memiliki tanggungan yang apesnya tak bisa cuti untuk dinafkahi setiap hari.
Percayalah, kondisi itu tidak Anda ingini dan sungguh tidak menyenangkan.
Lupakan juga “the power of kepepet”, karena kepepet itu tidak enak.
Lagipula, saat Anda resign, kepepet justru punya 2 mata panah yang ngeri-ngeri sedap.
Di satu sisi, sensasinya hilang saat dibutuhkan:
👉 Dari waktu yang sedikit menjadi keleluasaan yang sungguh banyak. 24 jam sehari, seluruhnya punya Anda. Jika tak pandai membiasakan diri, mengatur waktu dan pintar-pintar menjaga semangat, waktu yang ada justru akan terbuang percuma.
👉 Dari kekakuan pekerjaan rutin harian yang jelas, runtut dan sistematis menjadi sebebas merpati. Jika tak cerdik mengatur pekerjaan, mungkin tak akan ada yang benar-benar selesai tepat pada waktunya sesuai keinginan.
👉 Dari konsistensi dan komitmen yang terus dipaksakan, menjadi fleksibel abis. Jika tak jago mengontrol mood, lingkungan serta suasana bekerja, konsistensi bakal jadi sesuatu yang amat menantang.
Di sisi lain, ia sungguh mencekam:
👉 Mayoritas penyebab cekcok rumah tangga dan perceraian dipicu oleh masalah keuangan.
👉 Kemiskinan, stres dalam hidup, atau sulit beradaptasi dengan situasi baru adalah 3 faktor utama yang menyebabkan depresi.
👉 Sama halnya dengan bank yang enggan berurusan dengan mereka yang punya masalah dengan keuangan atau perusahaan asuransi kesehatan yang menolak pengajuan polis dari mereka yang sakit-sakitan, maka tidak ada banyak orang yang mau bekerjasama dengan mereka yang kepepet. Jika pun ada, itu bukanlah partner terbaik yang dapat Anda temukan.
.
.
Dan meski kata “enterpreneur” memiliki arti harfiah “penanggung risiko”, bukan berarti Anda harus mengambil risiko ekstrim yang berujung kepada chaos yang tak tentu arah. Malah seharusnya, risiko itu diatur, diminimalisir dan sedapat mungkin dihindari.
Sebab sebagaimana kata-kata Malcolm Gladwell: “banyak pengusaha yang berani mengambil banyak risiko, tapi mereka biasanya adalah pengusaha gagal, bukan yang sukses.”
❓ Lalu mengapa Anda harus mengambil risiko besar?
Padahal mereka saja tak seberani itu:
✔ Steve Wozniak, partner Steve Jobs di Apple memulai usaha di tahun 1976, tetapi tetap bekerja secara fulltime hingga tahun 1977 di Hewlett-Packard
✔ Pierre Omidyar membuat eBay sambil tetap bekerja di sebuah perusahaan software development.
✔ Duo Google, Larry Page dan Sergey Brain telah menemukan cara untuk meningkatkan pencarian di internet secara dramatis pada 1996, tetapi tetap menyelesaikan kuliah di Stanford hingga tahun 1998.
✔ Jeff Bezos, pemilik Amazon, memiliki ide membangun toko buku online di tahun 1993, tetapi baru berhenti bekerja dari jabatan vice president di tahun 1994 dengan tabungan yang cukup banyak, juga setelah memastikan investasi sebesar $300.000 dari orangtuanya.
✔ Bill Gates, pemilik Microsoft, membutuhkan setahun penuh sebelum memutuskan untuk berhenti kuliah dari Harvard. Ia memulai Microsoft di usia 20an tahun, sangat jenius, tanpa tanggungan dan di backup penuh oleh kedua orangtuanya (ia mengatakan pada mereka: jika usaha ku gagal, maka aku dapat kembali meneruskan kuliah karena statusku adalah cuti dari kuliah, bukan berhenti.)
Sebuah studi yang dirilis dalam Academy of Management Journal yang meneliti fenomena “hybrid entrepreneurship” bahkan menyebutkan, pengusaha yang tetap mempertahankan pekerjaan kantoran berpeluang gagal 33% lebih kecil daripada yang berhenti bekerja.
.
.
.
💥 Ladang Gembur itu bernama “Internet”
Oke.
Taruhlah Anda meyakini ini: Internet menyediakan peluang penghasilan baru yang sangat menjanjikan. Bisa kerja dari mana saja, kapan saja, tanpa modal yang banyak, tanpa harus sewa tempat, cukup koloran, sarungan, dasteran, bisa jualan hingga ke benua nun jauh disana, duit masuk kapanpun, cring-cring, makan masuk, mandi masuk, tidur masuk, jalan-jalan masuk, dan seterusnya dan seterusnya.
Iya. Memang betul.
Kalau Anda tahu caranya.
Tapi mengetahui saja tidak cukup. Sebab mengetahui dan mengalami itu beda jauh.
Dan mengalami hanya secara singkat tidak menjamin keberlangsungannya dalam jangka waktu selama ia dibutuhkan.
Dilansir dari Bloomberg, 8 dari 10 pengusaha mengalami kegagalan pada 18 bulan pertama bisnis berjalan.
Demikianlah, setiap pengusaha dituntut untuk konsisten menghasilkan serta mampu mempertahankan bisnisnya, baik saat angin sedang bagus maupun ketika terjangan badai dan topan melanda.
Lalu pertanyaanya: jika belum siap, mengapa Anda terburu-buru resign?
Disini justru pangkal soalnya.
Dengan resign sekarang, Anda tak hanya mengambil risiko besar yang seharusnya tak perlu Anda pikul, tetapi juga melanggar pengetahuan yang Anda yakini sendiri.
Sebab bagaimana pun juga, bekerja kantoran 9 to 5 hanya menuntut kurang dari sepertiga waktu Anda setiap hari.
Dan jika digital entrepreneur dapat bekerja kapan saja, dimana saja, cuma pakai kolor, duit masuk saat sedang jalan-jalan, tidur atau setoran di wc, maka bukankah Anda seharusnya dapat mengerjakannya di ⅔ waktu Anda yang lain?
Memutuskan resign sebelum berhasil membuktikannya sama saja sedang menggali lubang kubur sendiri.
.
.
.
💥Tips resign
Maka beginilah yang sebaiknya dilakukan sebelum memutuskan resign:
👉 Pertama, syukuri pekerjaan Anda saat ini. Setidaknya Anda masih memiliki penghasilan rutin setiap bulan yang dapat memenuhi kebutuhan, meminimalisir konsekuensi risiko yang tak perlu terjadi dan menambah pundi-pundi tabungan yang kelak dapat Anda jadikan cadangan amunisi yang lebih mumpuni. Selain itu, Anda juga selalu dapat mengambil pelajaran dan pengalaman dari lingkungan kantor Anda sekarang yang sangat bermanfaat tatkala Anda membangun kantor milik Anda sendiri.
Lagipula, sadari ini:
Kecuali ada yang memaksa atau melakukan intimidasi, seteruk-teruknya pekerjaan yang Anda miliki sekarang, yang sesekali Anda keluh kan dan ejek-ejek itu, tak lain tak bukan, adalah pilihan Anda sendiri.
Maka ingat-ingatlah perasaan itu, bersyukurlah seperti saat hari pertama Anda masuk kerja. Itu akan membuat Anda bahagia.
👉 Kedua, optimalkan waktu yang ada. Alih-alih menghabiskan waktu luang dengan percuma, Anda dapat mulai untuk memaksimalkannya. Bangun lebih pagi, terjaga hingga lebih malam, manfaatkan waktu weekend dan (kalau perlu) alihkan cuti atau saat liburan untuk mengerjakan mimpi yang ingin Anda wujudkan.
Mas Albert Leonardo membuktikannya saat ia mendalami Facebook Ads sambil tetap mengelola bisnis bimbingan belajar miliknya. Ia meluangkan waktu dari jam 11 malam hingga 2 atau 3 dini hari secara konsisten setiap hari untuk belajar, dan terbukti tetap bisa menjadi Facebook Marketist yang luar biasa hebat.
Kisah selengkapnya dapat dibaca di http://bukunewbie.com
👉 Ketiga, buktikan jika apa yang Anda impikan itu bekerja dan menghasilkan secara konsisten. Ada banyak pendapat dari pakar tentang ini. Waktu paling singkat mensyaratkan diperlukan setidaknya 3 bulan berturut-turut dengan hasil konsisten yang cukup untuk mengganti penghasilan dari pekerjaan Anda sekarang.
Beberapa pendapat lain menyebut 6 bulan dan 1 tahun sebagai jangka waktu yang ideal.
Tapi apa pun sarannya, keputusan terbaik tentu berada di tangan Anda sendiri.
Satu hal terpenting: resign lah hanya ketika jiwa raga serta mental Anda sudah siap untuk berubah lebih baik, saat Anda melakukannya secara sadar dan tak dipaksa-paksa. Saat Anda mampu membuktikan bahwa Anda adalah seorang pejuang yang tangguh dan teruji di berbagai lapangan. Saat Anda tak harus memberikan syarat apa pun kepada diri Anda untuk bergerak maju.
.
.
Saat Anda mampu berkata kepada diri Anda sendiri dengan begitu yakin: “Aku tahu, apa yang ada di depan itu jauh lebih baik dari apa yang kutinggalkan sekarang.”
sumber: social media, FB: Rianto Astono
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar