Rabu, Januari 23, 2019
Daripada mati lebih baik malu
Mr. Sandwich adalah seorang milyuner Thailand yang jatuh miskin saat krisis ekonomi Asia tahun 1997, lalu ia menjadi penjaja sandwich jalanan.
Sirivat Voravetvuthikun, nama asli Mr. Sandwich, tadinya hidup super mewah sebagai pengembang properti dan pemain saham.
Ia biasa berjudi, dan pernah menghabiskan Rp. 2 milyar dalam semalam.
Saat krisis, bank menyita seluruh propertinya, namun Sirivat masih berhutang Rp. 180 milyar.
Ia sempat depresi, tetapi tidak bunuh diri seperti beberapa pengusaha lain yang bangkrut saat itu. Sirivat menyalahkan dirinya karena terlalu rakus berhutang untuk bisnis.
Tetapi ia menerima kenyataan lalu memutuskan untuk berjualan sandwich di pinggir jalan dengan sebuah kardus yang dikalungkan di lehernya.
Hari pertama, ia harus menahan malu mendengar orang bertanya, Anda kan multi milyuner, mengapa berjualan sandwich?
Ia menjual 40 sandwich hari itu.
Ia pernah dikejar-kejar polisi karena berjualan di pinggir jalan.
Kini usaha sandwich-nya bernilai lebih dari Rp. 45 milyar, meluas menjadi usaha restoran dan minuman kaleng.
Ia berencana membuka warabala serta mendaftarkan bisnisnya di bursa saham.
Walaupun sangat sulit,
Mr. Sandwich menerima hidup apa adanya. Ia berkisah, ada seorang pengusaha menembak diri gara-gara bangkrut, tetapi ia tidak meninggal justru lumpuh!
Motto Mr. Sandwich, “Lebih baik bangkrut daripada mati.”
Keberhasilannya ini didukung oleh kemampuannya mengelola emosi negatif (malu, menyesal, depresi, dll).
Ia tidak berandai-andai (“Coba waktu itu saya...”), karena ini tidak akan menyelesaikan masalah.
Fokus pada kegagalan justru akan membuat seseorang bertambah gagal.
Fokuslah pada masa depan.
Kata Nelson Mandela: "Jangan nilai aku dengan kesuksesanku, tetapi dari berapa kali aku jatuh dan bangkit kembali.”
SUATU SAAT KEHIDUPAN MEMBERIKU SEBUAH KOTAK PENUH KEGELAPAN.
BUTUH BERTAHUN-TAHUN BAGIKU UNTUK MENGERTI, BAHWA INIPUN SEBUAH HADIAH (Mary Oliver, adapted)
Life once gave me a box full of darkness.
It took me years to understand that this, too, was a gift.
Tetap Semangat ...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar