Rabu, Juni 16, 2004

Manajemen Perubahan (5)




Manajemen Perubahan (5)
Oleh: Rhenald Kasali

Banyak orang yang sudah tak sabar ingin segera mengelola perubahan dan
menanyakan bagaimana manajemen-nya dalam melakukan perubahan. Tadinya,
saya ingin menjelaskan dulu berbagai aspek filosofis dan dasar berpikir
tentang perubahan sebelum masuk ke dalam manajemen-nya itu sendiri. Tetapi
baiklah mari kita masuki manajemen perubahan pada aspek “how”. Perubahan
pada dasarnya adalah mengajak orang untuk melihat, percaya, bergerak dan
menyelesaikannya sampai selesai. Metode ini sering pula disebut CBA atau
Conceive, Believe dan Achieve.
Mengajak orang melihat tentu saja bukan persoalan yang mudah. Banyak
penulis manajemen percaya, sesungguhnya prinsip-prinsip keimanan dapat
diterapkan disini. Yaitu: percaya saja. Karena percaya, maka Anda akan
melihat. Believing is seeing. Tapi semudah itukah Anda bisa memperoleh
kepercayaan? Dalam masyarakat modern, ternyata berlaku keadaan sebaliknya,
seeing is believing. Artinya, pertama-tama Anda harus mampu mengajak para
pengikut Anda “melihat” terlebih dulu. Mereka baru percaya kalau Anda
mampu membukakan mata mereka. Pasalnya, tak semua perubahan dapat dilihat
dengan kasat mata.
Dalam banyak hal, perubahan-perubahan justru tak kelihatan sehingga orang
tampak tetap duduk-duduk dengan tenang. Walaupun performance sudah mulai
menurun, orang masih melakukan kesalahan-kesalahan yang sama karena
cashflow masih positif. Orang baru tampak panik bila bom keras sudah
benar-benar meledak di depan matanya, bila cashflow sudah berhenti
mengalir dan tagihan-tagihan sulit dibayarkan. Tapi sesungguhnya, ketika
krisis itu sudah terjadi, Anda sudah tak punya pilihan lagi. Tidak ada
resources, reputasi dan tidak pula dukungan. Oleh karena itu sangat
dianjurkan berubah sebelum krisis. Kalau mulai menurun, pilihannya adalah
turn around (putar arah). Tetapi akan lebih baik lagi bila perubahan
dilakukan setiap periode secara rutin. Berubah justru di saat-saat sedang
menanjak, menuju puncak.
Perubahan pada tahap itu kita sebut transformasi, yaitu pembenahan
manajemen untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti: Apa yang dapat
kita lakukan agar menjadi lebih baik lagi? Apa saja kesalahan-kesalahan
yang telah kita perbuat? Untuk itu langkah pertama adalah mengajak semua
orang melihat, yaitu melihat perubahan. Kelihatannya sederhana, tetapi
pengalaman memperlihatkan orang-orang dalam suatu institusi mempunyai
penglihatan yang tidak sama. Ada yang melihatnya dengan jelas sekali,
samar-samar dan mayoritas tidak melihat sama sekali.
Tugas manajemen pertama-tama adalah menunjukkan perubahan itu dengan
sangat jelas. Artinya harus memisahkan sesuatu dari berbagai hubungan yang
kompleks menjadi sesuatu yang simpel, namun pengaruhnya besar sekali.
Kadang-kadang banyak orang merasa tahu, tetapi mereka tahunya secara
kompleks, banyak yang diketahui, tetapi tidak fokus dan mendalam.
Manajemen memilih variabel-variabel yang penting saja yang memberi
kontribusi yang sangat besar (prinsip pareto), dan menunjukkan kontras
antara pendekatan yang lama dengan pendekatan yang baru. Selain itu
kontras harus digabungkan dengan konfrontasi, yaitu penyajian
berulang-ulang agar ada kejelasan dan kesepahaman. Bila perlu, para
pengikut dapat diajak melihat sendiri ke luar (inescapable experience) dan
merasakan sesungguhnya apa yang tengah terjadi.
Persoalan selanjutnya adalah, tak semua orang yang melihat percaya dan
bergerak. Sebagian orang-orang itu bahkan tak bisa menerima
kenyataan-kenyataan baru. Mereka itu umumnya terbutakan matanya oleh sinar
kejayaan masa lalu. IBM misalnya, pada suatu ketika sama sekali tak mau
melihat kenyataan bahwa pasar sudah beralih dari mainframe ke PC. Demikian
pula dengan Motorola yang tak mau melirik teknologi digital dalam industri
cellular phone. Ketika Nokia invest besar-besaran dalam standar baru
digital telekomunikasi di Eropa, Motorola malah memperbesar investasi
teknologi analog-nya.
Mengapa mereka menyangkal dan tak mau bergerak kendati fakta-fakta jelas
menunjukkan arah teknologi baru telah berubah? “Smart people don’t try new
tricks”, ujar Stewart Black. Suatu ketika dalam hidup ini Anda akan merasa
hebat karena telah mencapai kinerja yang memuaskan. Pada saat itu mungkin
Anda akan berpendapat sangat ekstreem. Apapun yang Anda ketahui
seakan-akan adalah segala-galanya, sedangkan yang tidak Anda ketahui
adalah “nothing!” Tapi, seperti IBM, meskipun kualitas buatannya prima,
Anda bisa saja bergeser telah berada dalam bisnis yang salah, yang akan
mati.
Untuk itu maka Anda harus bergeser, pindah ke bisnis yang mungkin sama
sekali baru. Tapi orang-orang pintar di perusahaan belum tentu setuju.
Mengapa? Karena mereka harus memulainya dari baru, dari nol sama sekali.
Dan ketika hal baru itu mereka lakukan, tentu saja besar kemungkinan
mereka akan tampak bodoh. Inilah tantangan manajemen yang masih Anda harus
hadapi.

Tidak ada komentar: